Seakan Engkau Bersamanya ﷺ



Malam 12 rabiul awwal, dengan mengendarai mobil saya berjalan menuju kota sebelah, menempuh perjalanan 45 menit bersama seorang karib yang dengannya saya selalu hadiri majelis-majelis ilmu dan majelis sholawat.

Majelis kali ini berbeda. Selain sekaligus memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, kami akan berjumpa secara langsung dengan sosok guru, sosok ustadzah yang istimewa bagi kami berdua. Dimana nasehat-nasehat beliau selama ini hanya dapat kami dengar -tegas dan merdu suaranya- lewat YouTube atau live di fanpagenya. Sesosok perempuan yang begitu dalam ilmunya, yang tak pernah kami tengok dimanapun bentuk parasnya.

Malam itu sungguh istimewa. Dengan sahabat yang istimewa, jauh-jauh menuju kota sebelah demi mendapatkan ilmu dari seorang perempuan saliha. Lengkap sudah. Kami menyiapkan hati sebaik mungkin. Kami akan memperingati kelahiran manusia paling mulia, manusia yang paling penuh kasih dan sayang, manusia yang ma'shum, yang padanya seluruh manusia dan alam semesta mengharap syafa'atnya.

Setibanya di tempat kajian, dimana lokasinya pun di pondok pesantren putri, sudah hadir mungkin seribuan jamaah -yang tentu semuanya muslimah-, menanti-nanti acara Maulid Nabi dimulai.

Ada panggung nan megah dengan banyak bunga sedap malam di banyak sudutnya. Dihiasi pula dengan tirai-tirai ronce bunga melati. Wangi. Beratapkan langit malam, kami duduk bersilah menantikan puncak maulid. Belum juga dimulai, ikut berbungalah hati mencium aroma bunga-bunga yang memang wangi ini.

Saya dan karib saya memilih duduk di shaf bagian depan. Supaya jarak kami dan Ustadzah nanti tidak terlalu jauh dan nyaman mendengarkan tauziah. Entah mengapa, malam itu terasa amat berbeda bagi saya. Magis. Muslimah sebanyak ini berkumpul dan akan fokus menyatukan pikiran mereka semua untuk bersholawat kepada satu sosok manusia yang teramat disayang Allah SWT; Muhammad SAW ❤.

Ada yang mendesak-desak di dalam dada. Untuk apa kami jauh-jauh menempuh perjalanan dari rumah ke tempat ini? Untuk siapa kami melakukan ini?

Jawabannya mungkin hanya satu : untuk mencari kebarokahan ilmu dari Allah SWT dan kekasihNya, Nabi Muhammad Shollallahu'alaihi wasallam.

Menapak tilasi kembali sejarahnya. Keberadaannya dimuka bumi. Suri tauladannya yang amat perlu kita tapaki jejaknya sebagai ummatnya. Seseorang yang padanya cinta kasih kita akan seluruhnya tercurah pada beliau malam itu. Malam 12 rabiul awwal.

Maka lantunan sholawat dalam hati bukan lagi terlantun sekadar syahdu. Tapi bergemuruh menyesakkan dada. Berharap ia, lelaki yang bergelar Al-Amin mendengar dan menjawab sholawat kerinduan kami.

Sudah pukul 20.00 wib. Ustadzah yang ditunggu juga belum nampak kehadirannya. Saya amati jamaah muslimah di sekeliling saya. Rerata mereka berfoto-foto, selfie, wefie. Bercengkerama dan berselonjor. Mungkin sekadar membunuh waktu sambil menunggu sang penceramah tiba.

Namun ada yang luput dari perhatian saya. Perempuan yang justru sedari awal duduk persis di sisi kanan saya. Dalam duduk silahnya, tubuhnya terpekur menunduk begitu dalam. Menenggelamkan wajahnya dalam keheningan yang diciptanya sendiri. Saya mendekati perempuan itu. Tangannya menengadah basah oleh tetesan air matanya. Air mata yang semakin lama makin menderas. Saya tidak tahan lagi untuk memeluknya.

Lirih saya berbisik padanya, “Kamu merindukannya (ﷺ)?”

Tak ada jawaban dari lisannya. Perempuan ini hanya mengangguk, namun isak tangisnya makin menjadi-jadi. Pecah sudah bulir-bulir air yang sejak tadi menggenangi pelupuk mata saya. Perempuan ini adalah karib saya. Berdua kami saling berpelukan. Menangis dalam kerinduan yang membuncah kepada Nabi Muhammad shollalahu ‘alaihi wasallam. Dada kami terluka karena sesaknya rindu. Marhaban Ya Rasulallah… Terimalah kami sebagai ummatmu. Karuniakanlah kepada kami syafaatmu.

Allahumma sholli 'alaa sayyidina Muhammad ❤

“Terima kasih Ya Rabb… Engkau menciptakan manusia paling mulia di muka bumi ini. Hingga semesta berguncang riuh dan berbahagia karena kelahirannya. Pohon-pohon bersujud karenanya. Awan-awan tak membiarkan tubuh mulianya terkena terik matahari-Mu… Terima kasih Ya Rabb, melalui wasilah Nabi Muhammad SAW, kami mengenal islam. Kami mencecap nikmatnya iman, merasakan indahnya rahman dan rahim-Mu yang kian gemuruh, hingga membuat kami jatuh semakin dalam mencinta-Mu, Ya Rabb…”

Seketika terdengar samar lantunan nasyid yang dibawakan oleh santriwati di atas panggung. Dari kejauhan Ustadzah kami datang dan mulai memasuki lokasi kajian.

“Alangkah indahnya hidup ini…

Andai dapat kutatap wajahmu…

Kan pasti mengalir air mataku…

Karena pancaran ketenanganmu…

Ya Rasulallah Ya Habiballah…

Tak pernah kutatap wajahmu…

Ya Rasulallah Ya Habiballah…

Kami rindu padamu…”

Malam itu, rindu kami berdua seakan tak menemukan ujung. Malam indah nan mulia di 12 Rabiul Awal.

Rindu kami padamu, Ya Rasulullah ﷺ…


Situbondo, Desember 2017

12 Rabiul Awwal 1439 H

Komentar

Postingan Populer